BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perseturuan antara partai politik Islam dengan organisasi masyarakat Islam, telah lama menjadi sebuah fenomena penuh kontroversi di dalam masyarakat Indonesia. Namun hingga saat ini, kedua kubu ini belum juga menemukan titik temu. Setiap pihak merasa dirinyalah yang paling benar, sehingga timbulah tindakan saling menyalahkan. Bahkan seiring dengan berjalannya waktu, keadaan ini justru semakin parah, meskipun dari luar tampak tenang. Memang perseteruan ini merupakan persetteruan intern, sehingga tidak setiap orang mengetahui dan mengerti apa yang sesungguhnya terjadi. Oleh karena itu terkadang bagi mereka yang kurang mengerti apa yang sesungguhnya tengah terjadi, hanya memandang sebelah mata dari apa yang tampak. Maka tidaklah mengherankan jika masyarakat awam hanya terseret ke sana ke mari tanpa tahu arah dan tanpa landasan yang kuat.
Islam saja mengajarkan bahwa sesama muslim adalah saudara. Akankah perseturuan ini akan terus berlanjut hingga semakin terpecah belah ukhuwah Islamiyah di antara umat muslim ?! Sudah begitu rindukah kita pada datangnya hari kiamat ?! Hal ini penting untuk kita telaah dan luruskan.
Tidak sepantasnya kita sebagai warga Indonesia terutama bagi umat Islam berpangku tangan melihat semua ini. Setidaknya kita memberikan perhatian untuk meleraikan masalah ini. Bagi umat Islam, ingatlah bahwa tatkala kita melihat kemungkaran, maka hentikanlah dengan tindakan. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya dan jika masih tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.
Permasalahan
Kontroversi yang masih hangat ini, terutama dikalangan tokoh partai politik Islam maupun organisasi masyarakat Islam serta para aktivis kedua kubu ini ditengarai oleh :
1. Adanya pelencengan etika dalam berpolitik dari partai politik Islam.
2. Ambisi partai politik Islam untuk mendirikan Negara Syari’ah, baik secara terang-terangan maupun tersamar.
3. Partai politik Islam menggerogoti organisasi masyarakat Islam
4. Kurang kuatnya pemahaman dan loyalitas dari beberapa anggota organisasi masyarakat Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1. Etika berpolitik sehubungan dengan agama
Dalam etika dunia politik, selayaknya partai-partai politik tidak mencampur adukkan antara urusan agama dengan politik karena pada hakekatnya politik itu secara langsung maupun tidak langsung akan mengotori agama sebab dunia politik merupakan permainan merebutkan kekuasaan dan wewenang. Memang dalam agama terdapat ajaran mengenai politik atau pemerintahan karena agama memang untuk mengatur semua kehidupan manusia. Namun bukan berarti dapat dicampur aduk begitu saja, sehingga dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan dalam satu agama. Misalnya tarbiyah secara normatif memiliki visi misi yang berorientasi dakwah sebagaimana menjadi kebijakan partai politik Islam dalam sayap dakwahnya, selain sayap politik (Partai Politik Islam, 2004:4). Semestinya dakwah Islam sudah ada wadahnya sendiri, bukan dalam koridor partai politik.
Jika terus seperti ini, maka akan dapat menganggu stabilitas politik yang demokratis. Hal ini ditegaskan dalam pernyataan Lijphard (1977:4) sebagai berikut.
Sebenarnya suatu stabilitas politik haruslah dengan sendirinya bersifat demokratis, sebab stabilitas yang tidak demokratis adalah semu, yang di dalamnya terkandung bibit kekacauan yang destruktif bagaikan sebuah bom waktu.
Memang mungkin telah demokratis, tapi adanya konflik destruktif dalam kancah perpolitikan akan menghancurkan salah satu atau kedua belah pihak.
2. Negara Syari’ah dan Negara Nasionalis
Negara Syari’ah memang bagus karena semua hukumnya berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Hadist, sehingga hukum-hukum buatan manusia harus merujuk pada Al Qur’an dan Al Hadist. Namun jika kita berada dalam Negara Nasionalis berusaha mengubahnya menjadi Negara Syari’ah, maka akan timbul sebuah permasalahan karena kita berada dalam lingkungan yang pluralisme. Apalagi jika merubahnya dengan cara memberontak pada pemerintah. Jika semua lapisan masyarakat bisa menerima perubahan, mungkin tidak masalah. Namun realitas menyatakan sebaliknya.
3. Hubungan Partai Politik Islam dengan Organisasi Masyarakat Islam
Hubungan partai politik Islam dengan organisasi masyarakat Islam semestinya dapat harmoni. Apalagi sesama muslim pada hakekatnya bersaudara. Namun sering kali terjadi pencampur adukan antara urusan politik dengan agama inilah yang menodai keharmonisan. Seperti yang disampaikan oleh Nashir (2006:33) sebagai berikut.
Pada awalnya dan pada dasarnya tidak ada masalah antara organisasi masyarakat Islam dengan partai politiik Islam maupun partai politikmanapun. Dalam konteks gerakan Islam, baik manakala kesamaan maupun perbedaan orientasi paham dan gerakannya, justru dapat saling bekerjasama atau berukhuwah atau setidak-tidaknya saling menghormati sesama gerakan Islam untuk kepentingan izzul Islam wa al-muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin) di Indonesia maupun di dunia Islam.
4. Selayaknya pribadi anggota suatu organisasi baik politik maupun
masyarakat.
Tiada suatupun yang sempurna, begitu pula dalam organisasi. Setiap organisasi tentulah memiliki kekurangan dan kelebihan, baik organisasi politik, masyarakat, maupun organisasi-organisasi lainya. Beranjak dari hal tersebut, sebagai anggota dari suatu organisasi, jika mengetahui kekurangan dari organisasinya, semestinya bukan pergi meninggalkannya. Namun kekurangan tersebut hendaklah diperbaiki bersama-sama karena baik buruknya atau kualitas suatu organisasi kembali pada orang-orang di dalamya yang mewarnai organisasi tersebut.
Lantas jika ada anggota yang meninggalkan organisasinya hanya karena kekurangan yang ada pada organisasinya, maka akan timbullah pertanyaan di manakah letak loyalitas anggotanya ? Apalagi jika melepaskan suatu organisasi masyarakat hanya demi mobilitas dirinya, maka akan timbul pula pertanyaan di manakah letak keikhlasan dalam berjuang ? Sedangkan di dalam organisasi masyarakat keikhlasan dalam berjuang merupakan landasan vital dalam gerak langkahnya.
Setiap organisasi pastilah membutuhkan kaderisasi sebagai penerusnya. Namun dalam mengkaderpun selayaknya tidak melukai organisasi lain. Saya umpamakan sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Tatkala salah satu anggota keluarga tersebut diambil baik secara paksa maupun halus, tentulah akan menyakiti anggota keluarga yang lain karena merasa kehilangan. Apalagi jika yang diambil adalah ayah atau ibu. Begitu pula dalam suatu organisasi, jika salah satu anggotanya diambil oleh organisasi lain untuk dijadikan kadernya hingga meninggalkan organisasi sebelumnya, tentulah merasa kehilangan pula. Apalagi bila justru tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat yang menjadi incaran kaderisasi.
Mungkin ada pula yang tidak sampai meninggalkan organisasi sebelumnya, tapi menduakannya. Namun siapa sih yang rela untuk dimadu? Bahkan dengan menggunakan fasilitas organisasi sebelumnya digunakan untuk menghidupi organisasi lain, sedangkan fasilitas itu dibutuhkan organisasi sebelumnya untuk hidup. Seperti halnya ladang milik seorang petani X yang dibutuhkan untuk bertani sebagai penyambunng hidup keluarga petani X, namun justru digarap oleh petani Y atau salah satu anggota keluarga petani X untuk mnghidupi keluarga petani Y.
Pemecahan Masalah
Mengamati kontroversi fenomena–fenomena perseturuan yang belum bertemu ujungnya, tidaklah pantas bila kita tinggal diam sebagai penonton yang pasif. Oleh karena itu butuh tindak lanjut untuk menyelesaikannya dengan cara yang bijaksana. Disinilah beberapa gagasan saya paparkan :
Aturan politik baik yang berupa norma maupun nilai harus benar-benar ditegakkan, tidak sebatas formalitas hitam di atas putih.
Perlu adanya Undang-Undang Kaderisasi Politik yang mengatur gerak langkah kaderisasi partai politik secara tegas yang berasaskan saling menghormati, menghargai, dan toleransi.
Syari’at Islam dapat berdiri tegak itu kembali pada pribadi setiap individu. Maka untuk menegakkan syari’at Islam tidaklah harus membentuk Negara Syari’ah. Meskipun Negara Nasionalis, tapi jika masyarakat di dalamnya teguh pada syari’at Islam, maka pada hakekatnya negara itupun bernafaskan syar’i. Apalah artinya jika secara pemerintahan berupa Negara Syari’ah, namun masyarakatnya tidak syar’i. Jadi yang paling utama bukan mengotak-atik pemerintahan terlebih dahulu, tapi masyarakatlah yang perlu diwarnai. Jika masyarakat telah terwarnai, maka pemerintahanpun akan terbawa juga karena kita hidup dalam negara yang demokratis, yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Perlu adanya Undang-Undang yang mengatur hubungan partai politik dengan organisasi masyarakat agar tetap berjalan secara harmonis.
Perlunya pengkajian yang lebih sistematis akan sumber-sumber ajaran agama, penghargaan yang lebih baik, tapi tetap kritis kepada warisan cultural umat, dan pemahaman yang lebih tepat akan tuntutan zaman yang semakin berkembang secara cepat ini. Sehingga tidak menimbulkan percobaan untuk mengajukan Islam dan memandangnya secara langsung sebagai sebuah ideologi politik seperti ideologi-ideologi politik yang ada di dunia ini. Seperti yang diutarakan oleh Madjid (1999:47) yang berpendapat sebagai berikut.
Islam bukanlah sebuah ideologi, meskipun ia bisa, malah seharusnya berfungsi sebagai sumber ideologi para pemeluknya.Namun Islam sendiri terbebas dari keterbatasan-keterbatasan sebuah ideologi yang sangat memperhatikan konteks ruang dan waktu itu.Sebenarnya pandangan langsung kepada Islam sebagai ideologi bisa berakibat merendahkan agama itu menjadi setaraf dengan berbagai ideologi yang ada.
Meningkatkan pemahaman anggota terhadap organisasinya karena sedikit tahu maka akan banyak prasangka, sedangkan banyak tahu maka akan sedikit prasangka. Oleh karena itu setiap anggota hendaklah benar-benar memahami organisasinya agar tidak terjadi banyak prasangka yang menimbulkan perselisihan.
Menurut Nashir (2006:59) sebagai berikut.
Setiap organisasi sebaiknya mengerahkan komitmen, kemampuan, pemikiran, dan segala ikhtiar untuk membesarkan organisasinya secara optimal dan penuh tanggung jawab. Jika terdapat kelemahan hendaklah memperbaiki dan menyempurnakan gerakan dan system dalam organisasinya, bukan malah berpaling ke tempat lain atau menyuburkan milik orang lain dalam organisasinya. Ini bukan masalah sikap kaku atau lentur, tetapi menyangkut komitmen dan pertanggungjawaban pengkhidmatan bagi setiap anggota terhadap organisasinya.
Melihat fenomena itu, maka sangat perlunya intropeksi ke dalam pengkaderan secara sistemik, disiplin, dan istiqomah (Anonim, 2007).
Memang sebaiknya organisasi masyarakat Islam mengembangkan kekuatan kulturalnya untuk mempersiapkan diri di masa mendatang sebagai gerakan Islam yang benar-benar mampu memberikan alternatif pemikiran keislaman (Qodir, 2007:209).
Semestiwa jiwa organisasi masyarakat Islam menurut Nashir (2007:16) sebagai berikut.
Dalam melaksanakan dakwah dan tajdid melalui usaha-usahanya secara ikhlas, sungguh-sungguh, gigih, dan berkelanjutan, sehingga secara istiqamah dan militan menjadi kekuatan umat yang berjuang menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Organisasi masyarakat Islam semestinya menguatkan diri dalam menjaga agar potensi besar organisasinya tidak dimanfaatkan untuk tujuan politik sesaat atau terjebak dalam arus politik praktis (Organisasi Masyarakat Islam, 2007:24)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demi kepentingan ukhuwah dan izzul Islam wa al muslimin, maka selayaknya setiap organisasi dan gerakan di tubuh umat Islam saling menghormati dan tidak mencampuri dan berekspansi satu sama lain, yang pada akhirnya merusak dan mencederai ukhuwah dan kekuatan Islam serta umat Islam sendiri.
Sepaham maupun beda tidak harus berarti menghimpit diri atau mengembangkan konflik dan ekspansi, justru sebaliknya harus saling memposisikan dan memerankan diri dengan sebaik-baiknya berdasarkan asas penghormatan dan ukhuwah. Jika ingin ingin berekspansi secara politik dan ideologis, carilah lahan lain yang kosong. Kini umat Islam justru memerlukan peningkatan kualitas daripada sekadar berebut lahan di rumah umat sendiri yang pada akhirnya berbenturan dengan sesama umat Islam.
Saran
1. Marilah kita semua bermuhasabah kembali dan menumbuhkan sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi antar sesama. Ingatlah sesama muslim itu bersaudara.
2. Kuatkanlah loyalitas, komitmen, konsekuen, dan konsisten pada organisasi masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Furkon, Aay Muhammad, 2004, Pengantar Anis Matta, Partai Keadilan Sejahtera : Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer, Bandung : Teraju.
Lijphard, Aren, 1977, Democracy in Plural Society, New Haven : Yale University Press.
Madjid, Nurcholish, 1999, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta : Paramadina
Muhammadiyah, Ikatan Remaja, 2007, Musyawarah Wilayah XV, Yogyakarta : Ikatan Remaja Muhammadiyah DIY
Nashir, Haedar, 2006, Manifestasi Gerakan Tarbiyah, Yogyakarta : Sura Muhammadiyah
Qodir, Zuly, 2007, Islam Syari’ah VIS-À-VIS Negara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sejahtera, Partai Keadilan, 2004, Kurikulum Tarbiyah : Panduan Liqa’ Anggota Pemula PK Sejahtera, Yogyakarta, Muliya Press
Majalah Suara Muhammadiyah, Vol. 20/ No.31/ Oktober 2007.
Majalah Tabiligh, Vol. 04/ No.04/Rajab 1427 H/ Agustus 2006 M.
www.muhammadiyah.or.id, Intensifkan Perkaderan, Konsekuensi SK PP No. 149/2006
www.irm.or.id, Buku Tamu
The Way of Allah
Always remember Allah ! Don’t Be SAD !
About Spica Princess
- Najmah An Najwa
- Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
- Muslimah muda yang dilahirkan dengan penuh kasih sayang ibunda.Mencoba untuk selalu melangkahkan kaki dalam kehidupan karena Allah SWT,dengan-Nya,dan untuk-Nya.Memaknai hidup dengan syar'i, mewarnai hidup dengan cinta dan kasih sayang.
Pengikut
Blog Archive
BUKU TAMU: SILAHKAN D!!$!
Media Player
Spica's Links
2008 - The Way of Allah
Designed by Theme Lab
Coded by XHTML Valid
Converted to Blogger Template by ThemeLib
0 komentar:
Posting Komentar